Pandemi akibat virus corona memang brengsek. Kejam dan mematikan. Semua sektor terhenti. Lebih menyebalkan lagi adalah konser-konser musik harus ditunda — kalau tidak ya batal! Menonton pertunjukan musik secara live adalah pengalaman yang tak ada duanya. Bisa saya katakan bahwa semua indera manusia, setidaknya bagi saya pribadi, bergolak ketika datang dan terlibat dalam sebuah konser musik entah itu dalam skala besar maupun kecil. Dan, kenikmatan seperti itu harus terhenti akibat pandemi. Konser-konser visual pun tak akan mengobati. Yang bisa saya lakukan adalah bermain dengan memori dan membaca ulasan-ulasan akan konser musik yang dulu pernah saya tulis. Salah satu yang memori yang saya kunjungi lagi dan ulasan yang saya buat adalah ketika Leftyfish, kelompok musik mathcore asal Yogyakarta, bermain dalam sebuah acara tribute untuk grup idol JKT 48 pada Juni tahun lalu. Meski tak juga memuaskan hasrat menonton konser musik, paling tidak saya bisa berharap bahwa memori dan catatan menjadi dua hal paling kuat bagi saya untuk optimis pada masa yang pesimis ini.
Berikut adalah catatan ingatan saya: Sebuah band metal membawakan lagu pop dengan gaya metal tentu adalah sebuah hal yang akan membuat rasa penasaran naik ke level tertinggi. Hal ini pun yang saya rasakan ketika LeftyFish, band math-core asal Yogyakarta, mengumumkan bahwa mereka akan tampil di gelaran Bingo YK, sebuah acara tribute untuk 48 Family atau para penggemar JKT 48 pada akhir Juni 2019 lalu. Tentu saja dalam acara dengan tajuk tribute, LeftyFish akan membawakan salah satu lagu dari JKT48 di depan para penggemar grup idol yang sangat populer itu.
Jam menunjukkan pukul tujuh malam lebih sedikit ketika saya sampai di Kedai Kebun Forum, Yogyakarta, tempat Bingo YK digelar. Tak selang berapa lama, para personel LeftyFish datang. Halim Budiono, gitaris yang adalah otak di balik terbentuknya LeftyFish, hadir terlebih dahulu. Kemudian personel lainnya pun datang hampir bersamaan. Vokalis Fransisca Ayu datang setelah Halim dan kemudian bertegur sapa dengan saya. Ia berkata bahwa LeftyFish akan membawakan “River”, salah satu lagu hits dari JKT48. Berikutnya, Arya Andy Putra, sang drummer, dan pemain keyboard, Winan Pratama, hadir menyusul. Malam itu, LeftyFish juga dibantu oleh pemain trumpet Dodi Rahmadi.
Rasa penasaran saya semakin mencapai puncaknya tatkala saya membayangkan akan jadi seperti apa lagu “River” diolah oleh unit mathcore bernama LeftyFish, band yang dikenal dengan kerumitan musikal sebagai keunikan mereka. Kerumitan itu sebelumnya telah terpatri dalam EP bertajuk “You, Fish!” yang dirilis akhir 2015 silam dan dalam album bertajuk “Hello Kittie’s Spank” yang keluar tahun lalu. Bagaimana tidakpenasaran, kedua album LeftyFish itu adalah perwujudan eksperimen-eksperimen LeftyFish dalam meramu elemen-elemen metal dan jazz sebagai suatu kesatuan. Lagu-lagu di dalamnya terdengar kacau dan rumit namun tetap menimbulkan sensasi ecstatic. Ketukan drum yang janggal dan tempo yang berubah-ubah secara mendadak dipadu dengan distorsi gitar serta sensasi jazzy dari kibor, trumpet, trombone dan saxophone memantapkan premis saya mengenai LeftyFish: rumit namun manis. Premis saya itu juga terwujud dari gaya vokal Fransisca Ayu yang garang penuh dengan scream dan growl namun bisa tiba-tiba berubah menjadi suara centil nan manis. Bermodalkan mendengarkan dua album itulah yang menjadi alasan saya sangat penasaran dengan apa yang akan mereka lakukan terhadap “River” dari JKT48.
Saat yang ditunggu tiba, LeftyFish mengambil alih panggung. Di depan para penonton yang kebanyakan adalah para penggemar JKT48, LeftyFish membawakan lagu-lagu dari album mereka. Alih-alih beranjak dari tempat mereka berdiri karena musik rumit yang dibawakan LeftyFish, para penonton justru memberikan apresiasi tinggi bagi mereka. Beberapa kali vokalis Ayu mengatakan rasa terharu dan terima kasihnya karena bisa bermain di sebuah acara yang langka terjadi bagi LeftyFish serta mendapat apresiasi tinggi dari para penontonnya. Apresiasi tersebut juga mencapai puncak tertingginya ketika akhirnya mereka mambawakan “River”. Ini sekaligus menandakan terbayarnya rasa penasaran saya. LeftyFish berhasil menyuntikan nafas musikal yang rumit dan kacau pada “River”. Ayu sebagai vokalis pun menunjukkan kemampuannya. Ia dapat bernyayi dengan gaya centil layaknya personel JKT48 namun tiba-tiba berubah menjadi garang dengan suara growl-nya. Sebagai contoh, dalam lirik “Tepat di depan matamu ada sungai mengalir, luas, sebuah sungai yang besar, walaupun gelap dan dalam, walaupun arusnya deras”. Di awal bagian itu, ia menyanyikan dengan suara clean. Namun, setelah itu, secara tiba-tiba ia mengubah gaya vokalnya dengan growl yang ganas serta scream di beberapa bagian lagu. Aransemen musiknya pun sangat khas LeftyFish: ketukan tempo drum yang cepat dan berubah-ubah, distorsi gitar meraung-raung, serta sensasi jazzy dari kibor dan trumpet yang membuat premis saya mengenai LeftyFish yang rumit namun manis terbukti kembali. Penonton pun bertepuk tangan dan banyak dari wajah mereka yang menyiratkan kekaguman, serta kekagetan bahwa lagu “River” bisa dibawakan dengan gaya yang demikian. LeftyFish mampu memunculkan kerumitan dan kekacauan, tetapi manis dan nikmat di saat bersamaan.
Rasa penasaran saya yang sudah terbayar sekaligus memunculkan sebuah pemikiran bahwa apapun bisa dilakukan dengan musik. LeftyFish bukan saja mampu menunjukkan kepiawaian mereka meramu musik yang rumit dalam album mereka, tetapi juga mampu memunculkan alternatif lain dalam mengaransemen ulang lagu yang jauh di luar ranah musik mereka. LeftyFish adalah kerumitan yang manis.

Editor Nalarasa pada rubrik Ulasan. Suka bergosip soal musik dan mendengarkan nyanyian angin gunung.