Musik

Mengapa LKTDOV Mengingatkan Saya dengan The Sandman-nya Neil Gaiman?

Dalam sebuah buku berjudul What About Me? (2014), Paul Verhaeghe, psikoanalis dan psikolog klinis asal Belgia, menuliskan bahwa sebuah hubungan merupakan perpaduan antara cinta dengan benci (a mixture of love and hate). Gagasan Verghaeghe yang ia sitir dari Freud ini kira-kira menunjukkan dua orang yang sedang menjalin hubungan senantiasa saling mengingini untuk menjadi satu sama lain (identification) sekaligus saling menolak satu sama lain (separation). Apabila diekspresikan dengan kata-kata, kita bisa membayangkan ekspresi dari rasa cinta adalah “Huh, rasa-rasanya aku ingin memakanmu” — yang menghendaki diri selalu bersama. Sementara itu, rasa benci kala-kala muncul ketika pasangan mengambil alih dan menguasai diri kita, lalu kita kehilangan kendali atas diri: “Kamu membuatku gila, tau!” Tepat dalam tegangan atas perpaduan tersebut-lah, samar-samar saya diingatkan oleh novel grafis Neil Gaiman yang berjudul The Sandman (1989-1996) dan musikalitas LKTDOV.

Hampir setiap kali bepergian dengan jarak yang cukup jauh, saya selalu menempuh perjalanan sembari mendengarkan musik. Mendengarkan musik sembari berkendara memberikan berbagai pengalaman yang menarik dalam setiap perjalanan. Musik terkadang mampu menghadirkan ingatan akan perasaan sedih maupun senang yang pernah saya alami. Bisa jadimusik yang didengar kemudian membuat saya berkendara dengan begitu pelan dan menikmati perjalanan, atau malah memicu adrenalin untuk memacu kendaraan lebih kencang. Terkadang musik menjadi satu-satunya teman dalam perjalanan, setidaknya mengurangi suasana sepi di jalan.

Kemarin malam, saya pulang dari coffeeshop milik seorang teman sekitar pukul satu dinihari. Seperti biasa, sebelum perjalanan pulang saya mengatur playlist lagu untuk menemani saya selama di jalan. Melalui smartphone, saya mengakses aplikasi streaming lagu secara onlineMencoba mencari lagu, kemudian sebuah nama muncul di pikiran saya: LKTDOV. Band screamo/post-rock asal Yogyakarta ini sepertinya merupakan teman yang sangat tepat untuk menikmati malam Sabtu yang sendu.

Diiringi dengan lagu dari LKTDOV yang saya setel keras-keras, saya berkendara pulang. Menyusuri ringroad Utara Jogja yang sepi, perasaan sedih pun datang menyelimuti. Suasana malam itu menjadi nggerus, istilah dalam bahasa Jawa yang sering digunakan orang muda dalam pergaulan untuk menggambarkan perasaan sedih dan patah hati. Lagu pertama dari LKTDOV yang saya dengar berjudul Behold, a Shattered Enchantment. Lagu bernuansa sendu dan sedikit kelam ini mengantar saya masuk ke dalam perasaan patah hati. Ketika mendengarkan, suasana hati saya mendadak menjadi suram, saya patah hati. Gambaran perasaan patah hati dengan cemerlang dapat dihadirkan oleh LKTDOV dalam lagu-lagu mereka, tak hanya dalam Behold, a Shattered Enchantment. Dalam lagu berjudul Parting Away from You; nuansa sendu, sedih, nggrantes, nelangsa, dan nggerus juga berhasil membuat saya menikmati pengalaman mendengarkan dan sensasi ketubuhan.

Kelompok musik yang digawangi oleh Martinus Indra Hermawan/Indra Menus sebagai vokalis, I Made Dharma dan Adiwisanghagni Diponegoro sebagai gitaris, Ahmad Okta Perdana sebagai bassistserta Justiawan Yudha sebagai drummer ini, bagi saya menghadirkan pengalaman patah hati yang unik. Inilah katarsis patah hati. Sedih, marah, benar-benar terlampiaskan dalam lagu-lagu mereka. Raungan distorsi gitar, serta hentakan drum yang keras dengan tempo yang cukup cepat bagi saya adalah representasi kemarahan dalam lagu-lagu LKTDOV. Vokal scream yang emosional, selain melampiaskan kemarahan, juga mengandung kesedihan. Teriakan dari Indra Menus, sang vokalis LKTDOV benar-benar menggambarkan kesedihan yang ingin ditampilkan dalam lagu-lagu mereka. Kesedihan nampaknya menjadi sebuah emosi dominan yang ingin ditampilkan, nada-nada minor dalam melodi gitar dan alunan kibor sungguh bisa membawa saya hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam, nggerus.

Barisan kata yang mereka tulis dalam lirik lagu juga semakin menegaskan suasana sendu yang ingin mereka hadirkan dalam musiknya. Misalnya dalam Behold, a Shattered Enchantment, mereka mengatakan “in this world there’s always one person in our life, that we both love each other but couldn’t be together. Jatuh cinta kepada orang yang tidak bisa kita ajak bertengkar dan berkelakar, sungguh merepresentasikan pengalaman patah hati yang menyakitkan. Sayang, saya hanya bisa menemukan lirik dari lagu Behold, a Shattered Enchantment. Namun, menurut pengalaman saya mendengarkan lagu-lagu LKTDOV, judulnya sendiri sudah cukup untuk menggambarkan kesedihan dalam lagu mereka, misalnya Parting Away from You, yang kira-kira ingin menghadirkan perasaan sedih ketika berpisah dengan seorang yang kita cintai. Kemudian dalam All We Have Left is a Memory of Yesterday, yang kira-kira ingin mengungkapkan perasaan sedih, marah serta semacam penyesalan akan apa yang telah terjadi di hari kemarin.

Ketika mendengarkan beberapa lagu dari LKTDOV, jujur saya tidak sangat mencermati lirik lagu mereka secara mendalam, saya lebih menikmati musikalitas yang mereka hadirkan lewat teriakan yang menyayat hati, hentakan suara drum dan raungan distorsi yang membakar emosi, serta melodi minor yang sendu. Saya pikir, kesedihan terkadang tak tergambarkan oleh kata-kata atau bahasa verbal, ia dapat diungkapkan lewat tangisan atau mungkin juga teriakan. LKTDOV seakan ingin mengatakan bahwa musik adalah bahasa yang universal. Saya tidak perlu pandai-pandai mencermati lirik lagu mereka untuk mengerti apa yang disampaikan dalam sebuah lagu. Saya cukup mengenali nuansa sendu yang hadir lewat instrumen-instrumen musik yang mereka mainkan. Kata-kata verbal, bagi saya tidak lagi menjadi sangat penting untuk mengungkapkan emosi. Musikalitas dapat menjadi sebuah bahasa yang indah untuk mengungkapkan emosi.

Tidak sedikit orang bilang bahwa tak ada guna patah hati, nanti bisa lagi dicari. Namun, apakah mencintai hanya soal mencari dan mengganti? Toh, sah-sah saja seseorang jatuh cinta, patah hati, jatuh cinta lagi, patah hati kemudian, dengan obyek cinta/benci yang sama. Psikoanalisis menyebutnya dengan compulsion to repeat atau hasrat untuk mengulang suatu keadaan tertentu yang mampu mengorganisasikan kesenangan (pleasure) yang menyakitkan.

Apa maksudnya kesenangan yang menyakitkan? Saya ingat The Sandman-nya Neil Gaiman. Dalam sebuah bagian, dikisahkan bahwa jatuh cinta membuatmu mudah terluka. Jatuh cinta akan membelah dadamu, membelah hatimu dan dengan begitu seseorang bisa masuk ke dalamnya dan membuatmu kacau. Ketika seseorang meruntuhkan pertahanan kokoh yang telah engkau bangun selama bertahun-tahun, kau akan memberikan kepadanya sepotong bagian dari dirimu, dan hidupmu bukan lagi milikmu sepenuhnya. Cinta menggerogotimu dan meninggalkanmu tersedu dalam kegelapan. Sebuah pernyataan sederhana seperti “mungkin kita lebih baik berteman saja” akan menjelma pecahan kaca yang menusuk hatimu. Hal itu benar-benar menyakitkan, tidak hanya dalam imajinasimu. Cinta dan patah hati nampaknya merupakan paradoks yang menyakitkan. Dalam hal ini, musikalitas LKTDOV mampu menghadirkan pecahan kaca yang menusuk hati. Tentu saja, tak hanya dalam imajinasi.

Tentang Penulis

Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi. Kalau ada umur panjang, boleh kita berpikir lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *