Teori

Pesan Nonverbal dalam Psikologi Komunikasi

Komunikasi nonverbal menandai segala bentuk komunikasi yang tidak menggunakan kata (Roth, 2014). Ketika Anda menggunakan tangan, resam tubuh, gestur, ekspresi wajah, atau gerakan tubuh; dapat dikatakan bahwa Anda tengah mengirimkan pesan nonverbal. Dalam bagian sebelumnya, pesan verbal dan nonverbal bekerja dengan saling melengkapi. Ketika Anda mengarahkan telunjuk ke atas, bisa jadi Anda mau menekankan soal arah, mengajukan diri untuk bertanya, menunjuk soal Tuhan, memberi peringatan akan suatu hal, atau bahkan dalam kampanye politik bisa menjadi simbol partai/koalisi.

Lantas, bagaimana pesan nonverbal dibicarakan dalam Psikologi Komunikasi? Apa saja prinsipnya? Apa saja macamnya? Hal apa saja yang mesti kita perhatikan? Tulisan ini berminat untuk memberi pengantar mengenai pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Prinsip Pesan Nonverbal

Menurut DeVito (2016), ada 6 prinsip pesan nonverbal, yakni (1) Pesan nonverbal berinteraksi dengan pesan verbal; (2) Pesan nonverbal membantu kita mengatur impresi yang hendak kita berikan; (3) Pesan nonverbal membentuk hubungan; (4) Pesan nonverbal menyusun percakapan; (5) Pesan nonverbal dapat memengaruhi dan menipu; dan (6) Pesan nonverbal amat penting untuk mengekspresikan emosi.

Prinsip pertama, bahwa pesan nonverbal berinteraksi dengan pesan verbal, merujuk pada kapasitas pesan nonverbal dan pesan verbal untuk saling melengkapi, memberi penekanan, menyangkal, mengontrol, mengulang, dan menggantikan (DeVito, 2016). Bahkan, dalam komunikasi digital, fungsi dan interaksi kedua jenis pesan tersebut juga terjadi dengan cara yang sama. Ketika Anda berkisah lewat ponsel dan mengatakan kepada teman bahwa Anda sedang sedih, seringkali ekspresi nonbverbal yang ditambahkan adalah emoticon sedih seperti “😔”, “🙁”, atau “😞”. Emoticon tersebut juga membantu kita untuk menyampaikan sesuatu yang sensitif. Sekalipun demikian emoticon juga memiliki perbedaan penggunaan. Misalnya dalam konteks Barat, emoticon “:D” atau “:)” digunakan untuk menampilkan ekspresi senyum. Dalam konteks Jepang yang secara normatif perempuan yang menampilkan gigi saat tersenyum dianggap tidak sopan, maka emoticon yang dipakai adalah “(^.^)” dan “(^_^)”.

Kedua, pesan nonverbal memiliki prinsip bahwa ia membentuk impresi (DeVito, 2016). Katakanlah Anda ingin meyakinkan kepada teman Anda yang sedang bercerita bahwa Anda memang orang yang bisa dipercaya; barangkali Anda akan fokus dengan mata teman Anda, pandangan mata yang sungguh-sungguh, dan gestur terbuka. Sekalipun demikian, dalam beberapa situasi, memandang mata justru dianggap sebagai bentuk ketidaksopanan. Penciptaan kesan atau impresi dalam pesan nonverbal dapat bertujuan agar kita disukai, dipercaya, penyesalan, siap untuk membantu, menyembunyikan kesalahan, untuk diikuti, atau memberikan gambaran diri. Selain bagian tubuh Anda, pesan nonverbal yang dimanfaatkan untuk membentuk ekpresi juga bisa berupa artifak budaya seperti pakaian, tata ruang, kendaraan, dan lain sebagainya. Bayangkan Anda hadir kampus, Anda mengenakan baju lengan panjang kotak-kotak yang dilipat hingga siku, membuka kancing baju tersebut dan mengenakan kaus polos berwarna putih, bagian bawah Anda mengenakan blue jeans, dan kaki Anda mengenakan sneakers mutakhir. Dari penampilan tersebut, impresi apa yang hendak Anda sampaikan?

Selanjutnya, prinsip ketiga mengatakan bahwa pesan nonverbal membentuk hubungan (DeVito, 2016). Ketika Anda hendak menunjukkan rasa sayang dengan pacar Anda? Apa saja yang Anda lakukan? Barangkali hanya dengan tatapan mata, sentuhan, atau pelukan, Anda bisa mengatakan bahwa Anda sayang padanya. Anda tak perlu kata-kata muluk yang puitik untuk mengatakan sayang. Ketika Anda marah, Anda bisa menyampaikan lewat tatapan mata atau hembusan nafas yang agak kencang. Bahkan, lewat sebuah ruangan, seorang pejabat perusahaan bisa menunjukkan bahwa dia punya status dan kekuasaan dalam perusahaan tersebut.

Dalam prinsip keempat, dikatakan bahwa pesan nonverbal menyusun percakapan (DeVito, 2016). Ketika Anda bercakap dengan kawan, Anda akan saling mengirim sinyal — memberi dan mengirim isyarat. Anda mungkin tak perlu mengatakan bahwa “OK, sekarang giliran kamu berbicara”. Mungkin hanya dengan gestur dan posisi tubuh mendengarkan, kawan Anda kemudian gantian berbicara. Kemudian ketika dalam posisi mendengarkan, Anda mungkin hanya mengangguk-anggukkan kepala yang kemudian menstimulasi rasa diterima kawan Anda tersebut.

Prinsip selanjutnya atau kelima adalah “pesan nonverbal dapat memengaruhi dan menipu” (DeVito, 2016). Bayangkan Anda menghadiri sebuah seminar internasional yang dihadiri beberapa pejabat penting sekelas kepala negara. Dalam rapat tersebut, Anda mengenakan kaus oblong dan jeans belel. Menurut Anda apa yang mungkin terjadi? Anda menjadi pusat perhatian, semua orang yang bertemu dengan Anda mungkin akan melihta Anda dari bawah sampai atas. Baju menjadi penanda atau bentuk pesan verbal yang bisa memengaruhi apakah Anda siterima atau tidak dalam sebuah komunitas tertentu. Selain itu, cara seseorang menipu juga bisa kita cermati dalam gesturnya. Kita mungkin curiga dengan kawan yang ketika berbicara dengan kita menghindari kontak mata, gelisah, dan seringkali menyampaikan pesan verbal-nonverbal yang tidak konsisten.

Prinsip keenam adalah “pesan nonverbal amat penting untuk mengekspresikan emosi” (DeVito, 2016). Pada praktiknya, tidak semua emosi kita ungkapkan lewat kata-kata. Ketika kita dihadapkan pada seseorang tengah bahagia, barangkali kita tanpa perlu dia beritahu, kita memahami bahwa dia sedang berbahagia. Sekalipun demikian, kita perlu dengan cermat mengamati bahwa seseorang seringkali tersenyum justru untuk menyembunyikan kesedihannya. Atau, bahkan kita seringkali tertawa meskipun ada seseorang yang membanyol tetapi jayus.

Macam-macam Pesan Nonverbal

Bentuk pesan verbal yang paling sering disebut adalah gestur (Roth, 2014). Gerak lengan dan tangan menjadi bagian penting ketika berkomunikasi. Seseorang seringkali menggerakkan tangannya ketika tengah berkomunikasi. Dalam gestur, kita dapat mempelajari dua hal, yakni gestikulasi (gesticulation) dan gestur yang menyerupai bahasa (language-like gestures). Gestikulasi muncul dalam 4 macam, yakni deictic, iconic, metaphorical, dan beat (baton). Bayangkan Anda dengan membicarakan tata surya dengan seorang kawan. Anda lalu menjelaskan mengenai letak bulan dan matahari ketika terjadi gerhana bulan total. Anda kemudian mengepalkan tangan kiri dan mengatakan bahwa andaikan kepalan kiri adalah matahari. Tangan kanan Anda juga mengepal dan mengatakan bahwa kepalan tangan kanan tersebut adalah bulan. Ekspresi nonverbal dengan kepalan tangan tersebut disebut iconic. Gestur iconic digunakan untuk memproduksi gambaran visual dari sesuatu yang sifatnya konkrit. Ketika Anda melanjutkan penjelasan, Anda menunjuk matahari sembari mengarahkan telunjuk ke langit. Gestur mengarahkan (pointing) inilah yang disebut sebagai gestur deictic. Sementara itu gestur metaphoric merupakan gestur yang memproduksi gambaran mengenai gagasan yang abstrak. Misalkan dalam pembicaraan tata surya di atas kemudian Anda perlu menjelaskan mengapa matahari adalah pusat tata surya dan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, Anda bisa menggunakan metafora tersebut untuk kehidupan manusia. Dalam analisis psikologis, mana yang tepat, apakah manusia itu layaknya matahari yang menjadi pusat dari tata surya? Ataukah manusia adalah bumi yang bukan merupakan pusat dari kehidupannya sendiri?. Sementara itu, gestur beat (batons) adalah gestur yang ditampilkan dalam gerakan ritmis yang Anda lakukan dalam interaksi. Dalam menjelaskan mengenai gerhana bulan, saat kepalan Anda terangkat dan Anda berfokus pada kepalan kiri, maka tubuh dan mata Anda cenderung ikut bergerak ke kiri. Anda melakukannya untuk memperkuat interaktivitas dalam komunikasi.

Bentuk pesan nonverbal selanjutnya adalah prosody (Roth, 2014). Prosody secara singkat merupakan persajakan. Aspek ritmis dan intonasi ketika Anda berbicara, menentukan pula berlangsungnya komunikasi. Anda bisa memperhatikan ketika Anda bertanya atau mengakhiri suatu kalimat. Ketika bertanya, Anda akan cenderung menaikkan pitch suara Anda, sebaliknya ketika Anda hendak mengakhir suatu kalimat, maka Anda akan cenderung menurunkan pitch. Sebagai seorang yang berkomunikasi, naik-turunnya pitch menandakan suatu hal dalam pengucapan. Selain ritme, intonasi, dan pitch; warna suara atau timbre juga menunjukkan siapa yang tengah berkomunikasi. Lewat timbre, kita tak perlu melihat siapa orangnya tetapi mampu mengenali orang tersebut.

Pesan nonverbal juga bisa ditemukan dalam ekspresi wajah (facial expressions) (Roth, 2014). Ekspresi wajah bisa menegaskan mengenai isi komunikasi, mampu memelihara keberlangsungan komunikasi, atau menunjukkan kondisi emosional dan sikap evaluatif. Kita dapat menemukannya pula dalam emoticon yang menjadi bentuk digital dari ekspresi wajah. Bayangkan Anda sedang mengalami sebuah kebingungan. Anda kemudian menatap agak ke atas sembari meletakkan tangan di dagu Anda. Penggunaan ekspresi wajah seringkali juga dilakukan secara bersamaan dengan gestur.

Terakhir, pesan nonverbal dapat berupa perpindahan, arah, dan posisi tubuh (body movements, orientations, and positions) (Roth, 2014). Misalnya Anda sedang berbicara dengan seseorang di sebuah ruangan. Di tengah-tengah obrolan, orang tersebut sering melihat ke arah pintu keluar dan beberapa kali mengamati jam tangan atau ponselnya. Kira-kira mengapa orang melakukan demikian? Dalam pesan nonverbal, gerakan tubuh yang demikian boleh jadi menunjukkan semacam kebosanan atau orang yang sedang ajak berbicara sedang sibuk dan punya acara lain. Apabila tidak sensitif atau asertif bertanya, barangkali geliat komunikasi dari orang yang Anda ajak bicara tidak akan terbaca oleh Anda sebagai bentuk pesan.

Dari keempat bentuk pesan nonverbal di atas, dalam kehidupan sehari-hari setidaknya kita bisa mengamati sekitar 10 saluran pesan nonverbal yang seringkali dipakai seseorang (DeVito, 2016). Saluran-saluran tersebut dapat dicermati dalam tabel berikut.

Tabel 1. Sepuluh Saluran Komunikasi Nonverbal

Bentuk Saluran Konsep Kunci
Pesan tubuh meliputi gerak tubuh dan penampilan tubuh (juga dikenal sebagai kinesics) Lima jenis gestur: lambang, ilustrator, tampilan pengaruhi, pengatur, dan adaptor;  bentuk tubuh umum, tinggi, dan berat.
Komunikasi wajah Manajemen wajah, facial feedback
Komunikasi mata (juga dikenal sebagai occulesis) Kontak mata, menghindari mata, pelebaran pupil
Komunikasi sentuh (juga dikenal sebagai komunikasi taktil, haptics) Sentuhan mengkomunikasikan berbagai emosi seperti halnya menghindari sentuhan
Paralanguage Tingkat, nada, volume ucapan Anda
Diam Diam menunjukkan fungsi tertentu
Pesan spasial dan teritorial (juga dikenal sebagai proxemics) Jarak proxemics (intim, pribadi, sosial, publik) dan teritori (primer, sekunder, publik);
Komunikasi artifaktual Barang-barang yang dibuat atau ditata oleh orang, misalnya dekorasi ruang, warna, pakaian dan perhiasan tubuh, serta wewangian
Pesan olfaktoris Aroma dapat digunakan untuk menarik orang lain, membantu rasa, membantu daya ingat, dan menciptakan citra
Komunikasi temporal (dikenal dengan chronemics) Waktu psikologis, interpersonal, kultural, dan biologis

Kompetensi Komunikasi Nonverbal

Dalam memahami kompetensi kemampuan nonverbal, Anda dapat memperhatikan cara Anda mengurai (decoding, sebagai penerima pesan) dan menyandikan (encoding, sebagai pengirim pesan) pesan (DeVito, 2016). Anda dapat meningkatkan kompetensi decoding pesan nonverbal dengan mencari pertimbangan alternatif bentuk pesan nonverbal, bersikap tentatif (penuh pertimbangan), memperhatikan semua saluran nonverbal, mempertimbangkan kemungkinan Anda untuk salah terka, peka terhadap konteks budaya, dan mempertimbangkan beragam faktor yang dapat memengaruhi apa yang dilakukan atau dikatakan seseorang. Sebagai seorang pengirim pesan, Anda dapat meningkatkan kompetensi pengkodean nonverbal Anda dengan mempertimbangkan pilihan Anda untuk berkomunikasi, konsisten dalam gaya penyampaian pesan Anda, memantau pilihan nonverbal Anda, menghindari pesan yang nonverbal begitu minim atau justru berlebihan, menyadari situasi, menjaga kontak mata, menghindari aroma yang kuat dan berpotensi tidak menyenangkan, atau berhati-hati ketika memberi sentuhan.

Kompetensi di atas berbasis pada perbedaan simbolisasi dalam pesan nonverbal. Nah, mengapa bentuk simbolisasi bisa berbeda satu sama lain? Misalnya, victory hand emoji atau “✌️” bisa merepresentasikan bentuk nonverbal dari “damai”. Meskipun demikian, simbol demikian tidak bisa selalu kita baca sebagai wujud “damai”. Dalam konteks kompetisi atau perlombaan, simbol demikian adalah bentuk ekspresi kemenangan. Dalam konteks lain, mungkin tanda tersebut mengekspresikan jumlah dua. Perbedaan simbolisasi tersebut menunjukkan bahwa pesan nonverbal merupakan sesuatu yang dipelajari dalam suatu konteks (field) kemudian menjadi kebiasaan (habitus) (Roth, 2014). Apa yang disebut field adalah semua struktur material dan societal yang membentuk dan dibentuk oleh habitus. Oleh karenanya, pemahaman dan sensitivitas kultural dibutuhkan dalam mengolah pesan nonverbal.

 

Daftar Acuan

DeVito, J.A. (2016). The interpersonal communication handbook (14th ed. global ed.). Pearson.

Roth, W-M. (2014). Nonverbal communication. Dalam T. Teo (ed.), Encyclopedia of critical psychology. Springer.

 

Tentang Penulis

Editor Nalarasa pada rubrik Teori. Sehari-hari mengajar di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *