NLRSpedia

Kanon Berpidato

Dalam istilah berbahasa Indonesia, public speaking dikenal dengan sebutan pidato. Meskipun, dalam alam pikir orang Indonesia, pidato ini terkesan sangat formal dan seremonial. Namun, apa yang dimaksud sebagai pidato dalam tulisan ini adalah ketika seseorang mempersiapkan dan menyampaikan pembicaraan di depan kelompok yang jadi pendengar atau audiens — yang mana para audiens ini tidak melakukan interupsi atas penyampaian gagasan si pembicara (Jaffe, 2015). Lewat penyampaian gagasan atau pidato ini, orang diajak untuk saling memahami dan mengevaluasi pesan dari berbagai macam manusia yang memiliki perbedaan budaya dan dunia hidup. Pada akhirnya, orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan eksposure budaya (cultural exposure) akan menjadi orang yang rhetorically sensitive atau bisa mendengar pesan-pesan yang hendak disampaikan dari dunia sekitarnya.

Dalam rentang sejarah dunia, ada beberapa pandangan mengenai pidato. Pertama, dalam manuskrip Mesir kuno (sekitar 2100 SM), ada dua prinsip dalam berpidatao, yakni tidak menyimpangkan kebenaran dan menghindari materi yang sama sekali tidak kita ketahui. Kemudian, pada 1338, Muhammad ibn ‘Abd al-Rahman al-Qzawini, seorang sarjana Arab, mengatakan bahwa kefasihan berbicara terbagi ke dalam tiga bagian, yakni makna, kejelasan, dan ornamentasi. Artinya apa yang disampaikan dalam pembicaraan sebaiknya bermakna, jelas, dan memiliki struktur yang indah sehingga mendapatkan audiens, menimbulkan kesan,  dan kemudian memengaruhinya. Sementara itu, Lao-Tzu, seorang sarjana Tiongkok yang hidup sekitar abad ke-4 SM, mengatakan bahwa “seorang bijak tidak melulu berbicara dengan bahasa canggih, orang yang kata-katanya canggih belum tentu seorang bijak”. Aspek kejelasan ke-bisa-diterima-an oleh audiens menjadi perkara penting dalam menyampaikan pidato.

Dalam perkembangannya, pidato memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung di mana seseorang hidup. Misalnya, Jaffe (2015) menyatakan bahwa gaya berpidato orang Barat didominasi oleh lima hal, yakni orintasi pada masalah (problem orientation), langsung (directness), eksplisit (explicitness), informal (informality), dan keterlibatan personal (personal involvement). Dalam orientasi terhadap masalah, kita diajak untuk memahami bahwa dunia sekitar klita rasional dan kita bisa menawarkan solusi dari tiap masalah di sekitar kita. Sifat langsung berarti pidato diharapkan dapat dengan jelas menyatakan apa maksud isi yang kita sampaikan. Dalam sifat eksplisit, kita dituntut untuk secara jelas dan ringkas menyampaikan isi pidato, bukan malah samar-samar sehingga sulit terpahami. Selanjutnya, aspek informal menjadi perkara penting dalam berpidato sebab orang suka mendengarkan pembicara yang tampil memegang nilai-nilai ekualitas dan menampilkan individualitas yang dibangun lewat pembawaan informal. Terakhir adalah keterlibatan personal, yang kira-kira menggambarkan bahwa pengalaman personal yang diceritakan-ulang ke audiens membangun intimitas di antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Meskipun demikian, kelima hal tersebut belum tentu relevan dengan kultur dari para pendengar. Oleh karena itu, menentukan bagaimana yang relevan inilah yang kemudian menjadi tugas seseorang yang menyiapkan pidato.

Syahdan, bagaimana seseorang menyiapkan pidato yang relevan ini? Ada beberapa catatan mengenai prinsip-prinsip berpidato atau kanon berpidato. Lebih detilnya, kita bahas dalam tulisan berikut.

Kanon Berpidato

“Hari ini Anda silakan berpidato!” Ketika Anda pertama kali menerima kalimat tersebut, Anda mungkin mulai mengalami kecemasan antisipatif untuk berbicara. Namun, mengapa? Barangkali Anda takut dengan ketidaktahuan — layaknya menemukan diri Anda dalam kegelapan, sebuah tempat yang tidak familiar dan tanpa ada sedikitpun cahaya; Anda tak tahu-menahu langkah mana dan akan menghadapi apa. Atau, barangkali Anda ragu-ragu dengan kemampuan Anda. Namun, Anda dapat mereduksi kecemasan tersebut dengan belajar mengenai prinsip berpidato dan mengamati cara orang lain berpidato. Semakin familiar seseorang untuk berbicara, kebanyakan dari mereka akan mengalami kecemasan dan kepanikan yang semakin kecil.

Untuk mengajarkan prinsip-prinsip pembuatan pidato, pedagog Romawi (dalam Jaffe, 2015) mengidentifikasi lima kategori utama pembuatan pidato yang baik — masing-masing memiliki rangkaian kanon, prinsip, standar, atau pedoman yang harus dikuasai seseorang untuk menjadi pembicara yang efektif. Kanon-kanon dalam retorika adalah: (1) Kanon Penciptaan — menciptakan konten ucapan; (2) Kanon Penyusunan — mengatur materi pidato; (3) Kanon Bahasa— memilih bahasa yang efektif; (4) Kanon Memori — mempelajari ide-ide utama; dan (5) Kanon Penyampaian — benar-benar melakukan pidato. Mempelajari prinsip-prinsip dalam kanon akan memberi Anda keterampilan bagaimana Anda perlu meringankan sebagian dari kecemasan Anda.

Ciptakan Pidato Anda: Kanon Penciptaan

Prinsip-prinsip (kanon) memberikan pedoman untuk membuat konten pidato. Sama seperti seorang penemu mendesain produk untuk memenuhi kebutuhan tertentu, Anda merancang presentasi Anda untuk memenuhi kebutuhan audiens tertentu dan dalam situasi tertentu. Dengan tugas bicara apa pun, pastikan Anda memahami harapan terkait persyaratan umum untuk berpidato  dan batas waktu.

  1. Pilih Topik: Menemukan topik yang akan menarik perhatian pendengar amatlah Ada dua hal yang perlu dipahami terkait topik, apabila Anda dipilihkan topik, maka Anda mesti menemukan fokus yang menarik. Tantangannya adalah menyampaikan kebaruan terkait topik yang disajikan. Penyajian isi maupun kebaruan cara menyampaikan ini mengidikasikan bahwa Anda menghindari omongan yang bisa diprediksi oleh audiens.
  2. Pertimbangkan Pemirsa dan Latar Bicara: Selain menentukan topik, tugas utama lainnya adalah untuk berpikir dari beragam perspektif audiens. Apa yang membuat mereka tertarik? Apa yang relevan dengan kehidupan mereka? Lakukan analisis karakteristik audiens seperti demografi (usia, jenis kelamin, ketertarikan), faktor psikologis (sikap terhadap topik yang Anda pilih), dan latar bicara (di dalam atau luar ruangan, kondisi cahaya, suhu udara, waktu bicara).
  3. Identifikasi Tujuan Anda: Apa tanggapan yang Anda inginkan dari audiens Anda? Jawaban Anda menentukan tujuan umum Anda. Jika Anda ingin pendengar mempelajari sesuatu, tujuan umum Anda adalah untuk memberi tahu. Apakah Anda ingin mereka merespons dengan percaya atau melakukan sesuatu? Atau apakah Anda mencoba untuk memperkuat keyakinan atau perilaku mereka? Jika demikian, tujuan umum Anda adalah membujuk. Jika Anda ingin mereka hanya tertawa dan bersenang-senang, tujuan utama Anda adalah menghibur. Akhirnya, jika Anda ingin menyoroti dan memperkuat cita-cita budaya tertentu, tujuan umum Anda adalah untuk memperingati.
  4. Kumpulkan Materi Pidato: Bahkan jika Anda mengetahui topik Anda dengan cukup baik, Anda umumnya perlu mengisi beberapa celah atau memperbarui pengetahuan Anda dengan melakukan penelitian. Cari dalam koleksi perpustakaan atau temukan bahan-bahan dalam wawancara, video, program radio atau televisi, dan i Tentu saja, Anda harus berpikir kritis tentang apa yang Anda temukan di setiap sumber. Jika Anda ditugaskan untuk memperkenalkan teman sekelas, jadwalkan wawancara. Bawalah daftar pertanyaan dan rekam percakapan Anda (hanya dengan izin) atau buat catatan saat Anda berbicara. Pastikan Anda memahami apa yang dituturkan kepada Anda. Apabila menurut Anda masih belum jelas,dengan muah Anda bisa mengajukan pertanyaan seperti, “Bisakah Anda menjelaskannya dengan lebih rinci?” Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menceritakan-ulang, baca kembali catatan Anda.

Organisasikan Gagasanmu: Kanon Penyusunan

Setelah memiliki segala macam informasi, langkah selanjutnya adalah menyusun gagasanmu. Kebanyakan tradisi dalam berpidato memiliki tiga bagian utama: pengantar, isi, kesimpulan.

  1. Pengantar: Bagian ini mengarahkan audiens Anda ke subjek yang hendak dibicarakan. Pengantar memiliki empat fungsi utama: (1) Menarik perhatian audiens ke topik, (2) Menghubungkan topik dengan apa yang menjadi keprihatinan Anda, (3) Kaitkan diri Anda dengan subjek pembicaraan Anda, (4) Berikan pratinjau poin utama Anda.
  2. Isi: Tunjukkan ide-ide utama Anda di bagian ini. Gunakan bukti yang memadai untuk mendukung poin yang Anda sampaikan. Bagian ini mengambil porsi paling banyak dari keseluruhan isi pidato.
  3. Kesimpulan: Alih-alih berakhir dengan tiba-tiba, berikan penutupan yang mengikat ide-ide Anda dan membuat audiens berpikiran terbuka. Kesimpulan biasanya memiliki unsur-unsur ini: (1) Transisi ke kesimpulan, (2) Ringkasan ide-ide utama, (3) Rujukan pada bagian pengantar, (4) Pernyataan akhir yang mengesankan

Anda bisa menggunakan kata penghubung seperti “pertama-tama”, “kemudian”, atau “akhirnya” untuk membuat aliran gagasan sehingga audiens akan terbantu dalam mengikuti gagasan Anda. Setelah Anda mengumpulkan materi dan mengorganisasikannya, Anda akan menuju tiga kanon terakhir yang berfokus pada penyampaian gagasan.

Pilih Bahasa yang Cocok: Kanon Berbahasa

Gaya dapat berarti individualitas Anda yang diekspresikan dalam tindakan, selera, kepribadian, atau cara Anda menampilkan diri. Bagaimanapun, dalam retorika, gaya mengacu pada bahasa — atau dengan kata lain, kanon ini berisi bagaimana kita menggunakan bahasa secara efektif, baik dalam bicara maupun menulis. Percantik pidato Anda dengan memoles kata-kata, buatlah imajinasi “seandainya audiens mendengar apa yang saya sampaikan, reaksinya akan seperti….”

Berikut adalah beberapa pedoman umum untuk penggunaan bahasa yang efektif dalam berbicara di depan umum:

  1. Pilih kosakata dan tata bahasa yang sesuai dengan keadaan dan audiens.
  2. Menghilangkan bahasa ofensif seperti kata-kata makian atau bahasa yang merendahkan.
  3. Pilih kata-kata yang bisa dimengerti. Baik menentukan jargon teknis atau menggantinya dengan terminologi yang lebih akrab.
  4. Alih-alih menulis pidato Anda seperti esai, gunakan gaya lisan yang mencerminkan cara orang berbicara.

Pelajari Pidato Anda: Kanon Ingatan

Tidak sedikit orang yang menghafalkan isi pidato. Tujuan mereka jelas: membantu untuk mengingat. Namun, pada masa kini, kanon ingatan dianggap seperti kanon yang hilang. Kini sebagian besar dari para pembicara menghindari untuk sekadar menghafal (memorized delivery), sebab salah atau lupa sedikit saja akan menimbulkan rasa malu. Menuliskan naskah (manuscript delivery) kemudian membacakannya sebagai bentuk  public speaking amatlah membantu Anda mengingat ide-ide, tetapi biasanya hanya digunakan dalam pembicaraan formal. Sebaliknya, penyampaian yang spontan (impromptu delivery) dan tanpa persiapan sama sekali juga tidak dianjurkan. Persiapan spontan biasanya dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidang tertentu sehingga ketika orang tersebut diminta berbicara, ia diandaikan sudah memiliki pengetahuan sebelumnya. Dalam kanon ingatan ini, Anda mengumpulkan bahan-bahan Anda, menyusunnya, dan kemudian menuliskan ide-ide kunci pada kartu catatan yang akan digunakan untuk mengikat ingatan saat pembicaraan berlangsung (extemporaneous delivery, carefully prepared).

Sampaikan Pidato Anda: Kanon Penyampaian

Latihan adalah bagian penting dari proses persiapan, tetapi jumlah waktu yang dibutuhkan untuk latihan tergantung pada beberapa faktor termasuk tingkat pengalaman Anda, keakraban Anda dengan topik, panjang bicara, dan tingkat kecemasan Anda. Berikut adalah beberapa tips latihan: Latih pidato Anda secara lisan maupun diam, menggunakan kartu catatan Anda. Ajak teman atau keluarga — pada dasarnya siapa saja yang dapat bertindak sebagai audiens, memberikan umpan balik, memecahkan masalah. Atau buat video pidato Anda dan tonton untuk mengidentifikasi sisi yang akan ditingkatkan. Periksa pidato beberapa kali, boleh jadi kita setiap kali memilih kata yang sedikit berbeda — diksi menjadi bagian penting di sini. Fokus untuk memalingkan muka dari catatan Anda dan berkomunikasi laiknya orang mengajak berkomunikasi face-to-face dengan audiens. Meskipun latihan mungkin tidak sempurna, Anda setidaknya bisa memiliki kepercayaan diri yang berasal dari persiapan yang cermat.

Prinsip-prinsip yang ditemukan dalam kanon penyampaian memberikan pedoman untuk empat metode pengiriman yang dijelaskan sebelumnya dan untuk perilaku nonverbal, seperti gerakan dan kontak mata. Penyampaian yang baik termasuk ekspresi wajah yang menyenangkan, tersenyum pada waktu yang tepat, dan sikap percaya diri. Pembicara yang baik berbicara layaknya orang bercakap, bukan dengan nada tunggal. Fokus keseluruhannya adalah menciptakan sesuatu bersama pendengar Anda (membuat momen) daripada memberikan sesuatu kepada mereka.

Singkatnya, pedoman yang ditemukan dalam lima kanon retorika membangun kompetensi proses dan meningkatkan kemampuan respons Anda. Anda mempelajari keterampilan analisis audiens, pemilihan topik dan tujuan, serta penelitian (penciptaan). Kemudian Anda mengembangkan keterampilan dalam mengatur atau menyusun ide-ide Anda menjadi pola yang bermakna (penyusunan), memilih bahasa (gaya) yang sesuai, dan mempelajari poin utama Anda (memori), sehingga Anda dapat menyajikannya secara efektif (pengiriman).

 

Catatan Akhir: Sebagian besar isi tulisan ini disadur dari Jaffe, C. (2015). Public speaking: Concepts and skill for a diverse society (ed.ke-8). Boston: Cengage Learning.

Tentang Penulis

Editor Nalarasa pada rubrik Teori. Sehari-hari mengajar di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *